Media Digital, Wadah Politik Gen Z


Dunia politik Indonesia tidak lepas dari dampak perkembangan media digital, termasuk penggunaan internet untuk meningkatkan minat anak muda atau Gen Z dalam berpolitik.

Partai politik menggunakan media digital berupa sosial media  untuk menyampaikan pesan politiknya kepada generasi muda, yang biasa disebut sebagai Gen Z. 

Kehidupan demokrasi di suatu negara ditentukan oleh partisipasi politik warga negaranya. Partisipasi terjadi ketika masyarakat termasuk kaum Gen Z secara aktif berpartisipasi dalam kehidupan politik dengan menggunakan media digital. 

Menurut ilmuwan politik almarhum Miriam Budiardjo dalam bukunya Partisipasi dan Partai Politik, tinggi rendahnya partisipasi politik masyarakat merupakan indikator penting bagaimana demokrasi berkembang di suatu negara. Semakin tinggi partisipasi politik masyarakat, semakin menunjukkan bahwa pembangunan politik negaranya penting bagi mereka. Sebaliknya, semakin rendah partisipasi politik masyarakat di negara tersebut, itu pertanda buruk. 

Dalam proses demokrasi terdapat kelompok-kelompok dalam masyarakat yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik. Salah satunya adalah sekelompok anak muda yang didefinisikan sebagai warga negara Indonesia yang berusia antara 16 dan 30 tahun. Dan dalam perkembangannya, mereka disebut sebagai Gen Z dan Generasi Milenial.  

Dalam dunia politik, mereka adalah sumber daya yang berharga dan tujuan dari partai politik. Sebab, Gen Z dan Generasi Milenial memiliki kekuatan khusus yang suaranya harus diutamakan dalam kampanye pemilu, pemilihan kepala negara, kepala daerah, dan pemilihan anggota parlemen. 

Pemanfaatan platform media sosial untuk kepentingan politik sudah bisa digunakan sebagai wadah berkampanye, sehingga keberadaan media sosial mampu menjangkau lebih jauh pemuda. Memang dengan adanya media sosial dapat menampung banyak suara anak muda untuk berkontribusi di dunia politik menjadi hal yang wajar, namun penting perlu diperhatikan oleh kaum muda saat menyuarakan aspirasi politiknya di media sosial. 

Belajar dari tersebarnya informasi berupa berita bohong (hoax) bahwa kebijakan media sosial membutuhkan kesopanan, terutama kepada anak muda. Jadi hal yang perlu diperhatikan adalah selalu memeriksa kebenaran dan menyaring informasi tersebut sebelum dibagikan kepada khalayak di media sosial.

Tulisan sudah tayang di Kumparan.com pada (06/07/2023)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama