Transformasi Industri Media: Perkembangan Untuk Berubah Bukan Berhenti

(foto: Melitina, Direktru ATVI dan Sutanto Hartono CEO SCM/Salma Jauza)

Jakarta - Pada hari Kamis (9/11), Akademi Televisi Indonesia yang disingkat ATVI mengadakan Studium Generale dengan topik pembahasan Transformasi Industri Media di Era Multiplatform. Acara ini diselenggarakan di Studio 5 Emtek City, Jakarta Barat, pada pukul 10:00 hingga 11:30 WIB.

Dengan menghadirkan Melitina Tecolau selaku Direktur ATVI sebagai Opening Speech , Sutanto Hartono selaku CEO SCM sebagai narasumber, dan di pandu oleh Rewindinar selaku Wakil Direktur Non Akademik sebagai moderator.

Studium Generale dibuka oleh Melitina Selaku Direktur ATVI.Beliau menyampaikan peran utama media ini sangat besar sebagai jendela informasi. Terutama pada Emtek dalam memberikan informasi selalu mengutamakan etika dan sumber yang teruji atau terukur.


“Pengembagan alat dan teknologi untuk memerangi informasi hoaks. Transformasi menjadi peluang yang sangat besar dan tantangan yang harus dihadapi,” ujarnya. 


Ia juga menambahkan bahwasanya dampak tersebut dapat berubah menjadi dua kemungkinan yaitu pro dan kontra.


Jika di pandang secara pro, yaitu memudahkan berbagai akses informasi, pendidikan, dan juga inovasi bisnis yang akan menjadi peluang di marketing. Terkait tantangannya akan dihadapi menurut Melitina adalah merubah isu-isu yang beredar menjadi literasi media.


Dalam pembahasannya Sutanto Hartono menjelaskan bahwa dengan Transformasi Media di Indonesia dilakukan secara konvensional dan berubah menjadi media digital tidak akan memberhentikan produksi pada dunia televisi.


Justru bagi Sutanto hal itu menjadi tantangan untuk tetap mengembangkan produksi televisi, dengan mengubah cara sistem tayangan yang sebelumnya berupa analog menjadi Set top box (STB) digital, dan yang paling terpenting tetap memproduksi konten-konten yang berkualitas. 


“Apapun platform yang dilihat yang penting adalah kontennya,” ungkap Sutanto.


Dengan beralihnya televisi analog menjadi digital dapat menyalurkan program televisi secara luas ke seluruh pelosok Indonesia dengan tampilan kualitas yang bagus, sekaligus lebih murah meriah.


Kota demi kota semakin menaik angka minat masyarakat Indonesia setelah menggunakan set top box.


“Setelah dilakukan analisis switch off, setelah enam bulan berikutnya kita udah back to normal, hampir seratus persen dari populasi yang pada akhirnya menonton televisi kembali,” jelasnya Sutanto.


Ia menanggapi bahwa di setiap kota mengalami perubahan spek, spek merupakan perubahan sistem televisi analog menjadi digital.


“Menunjukkan bahwa ternyata masyarakat Indonesia masih menonton televisi. Televisi is still alive, tv is still be watch a view,” tutur Sutanto.


Sutanto berpendapat bahwa peminat masyarakat di Indonesia akan tetap terus ada untuk menonton televisi, karena masyarakat Indonesia lebih dominan dalam menonton televisi dibandingkan negara lain.


“Pada tahun 2022 secara keseluruhan tv rating nya adalah 10,9, artinya adalah 10,9 total persen masyarakat rata-rata nonton televisi apa yang ditayangkan, lain menjadi 11,3 terjadi kenaikan sekitar 0,4 atau 5% rating,” ucap Sutanto memaparkan hasil analisis.


Bahwasanya dari hal tersebut menunjukkan bahwa televisi tetap menjadi konsumsi bagi orang Indonesia, walaupun masih dilakukan secara multitasking atau sambil mengerjakan kegiatan lain. 


“Yang kita sering dengar kan drakor, drakor, drakor ya, tapi menarik disini ternyata drakor adalah rating nomor dua di 26% dan 34% nya habis untuk menonton series Indonesia, jadi kita pede yang pasti adalah orang Indonesia yaitu lokal konten,” paparnya Sutanto.


Menurutnya dengan adanya diferensiasi antara konten lokal dengan konten global, berpotensi lebih unggul dan mengundang selera masyarakat dibandingkan harus membeli lisensi konten di tempat lain, seperti hollywood, korea dan sebagainya.


Terkait Transformasi Industri Media di Era Multiplatform akan menjadi tantangan atau peluang.


Sutanto berpendapat di antaranya bahwa peluang dari setiap perkembangan industri ini dapat membantu mengenal atau mengulik potensi seseorang untuk merasakan bekerja di bidang yang lain dan tantangannya bersaing dalam menghasilkan banyak konten lokal lainnya.


Acara Studium Generale ini juga di hadiri oleh banyak dosen di berbagai unniversitas serta perwakilan di beberapa daerah sekolah.


(foto: bersama perwakilan dosen-dosen dan guru di berbagai universitas dan sekolah/Salma Jauza)

Artikel atau berita ini sudah ditayangkan pada media Sinarharapan.net


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama